Image and video hosting by TinyPic

Sabtu, 27 Agustus 2016

Cerita Dewasa: Kenikmatan Ujian Dari Pak Dosen

Aku menghampiri dengan rasa tidak niat ke ruang dosen pak Heri, “Amel”, sebuah suara memanggil.


“Hei Ratna!.”
“Ngapain kau cari-cari dosen killer itu?”, Ratna itu bertanya heran.
“Tau nih, aku mau minta ujian susulan, sudah dua kali aku minta diundur terus, kenapa ya?.”
“Idih jahat banget!”.
“Makanya, aku takut nanti di raport merah, mata kuliah dia kan penting!, tauk nih, bentar ya aku masuk
dulu!”.
“He-eh deh, sampai nanti!” Ratna berlalu.

Dengan memberanikan diri aku mengetuk pintu.
“Masuk!”, Sebuah suara yang amat ditakutinya menyilakannya masuk.
“Selamat siang pak!”.
“Selamat siang, kamu siapa?”, tanyanya tanpa meninggalkan pekerjaan yang sedang dikerjakannya.
“Saya Amel!”. “Aku..?”
“Oh, yang mau minta ujian lagi itu ya?”.
“Iya benar pak.”
“Saya tidak ada waktu, nanti hari Mminggu saja kamu datang ke rumah saya, ini kartu nama saya”,
Katanya acuh tak acuh sambil menyerahkan kartu namanya.
“Ada lagi?” tanya dosen itu.
“Tidak pak, selamat siang!”
“Selamat siang!”.

Dengan lemas aku beranjak keluar dari ruangan itu. Kesal sekali rasanya, sudah belajar sampai larut
malam, sampai di sini harus kembali lagi hari Minggu, huh! Mungkin hanya akulah yang hari Minggu masih
berjalan sambil membawa tas hendak kuliah. Hari ini aku harus memenuhi ujian susulan di rumah Pak
Heri, dosen berengsek itu.

Rumah Pak Heri terletak di sebuah perumahan elite, di atas sebuah bukit, agak jauh dari rumah-rumah
lainnya. Belum sempat memijit Bel pintu sudah terbuka, Seraut wajah yang sudah mulai tua tetapi tetap
segar muncul.

“Ehh! Amel, ayo masuk!”, sapa orang itu yang tak lain adalah pak Heri sendiri.
“Permisi pak! Ibu mana?”, tanyaku berbasa-basi.
“Ibu sedang pergi dengan anak-anak ke rumah neneknya!”, sahut pak Heri ramah.
“Sebentar ya, katanya lagi sambil masuk ke dalam ruangan”.
Tumben tidak sepeti biasanya ketika mengajar di kelas, dosen ini terkenal paling killer.

Rumah Pak Heri tertata rapi. Dinding ruang tamunya bercat putih. Di sudut ruangan terdapat seperangkat
lemari kaca temapat tersimpan berbagai barang hiasan porselin. Di tengahnya ada hamparan permadani
berbulu, dan kursi sofa kelas satu.


“Gimana sudah siap?”, tanya pak Heri mengejutkan aku dari lamunannya.
“Eh sudah pak!”
“Sebenarnya, sebenarnya Amel tidak perlu mengikuti ulang susulan kalau….”,
“Kalau! Kalau apa pak?”, aku bertanya tak mengerti.

Belum habis bicaranya, Pak Heri sudah menuburuk tubuhku.

“Pak, apa-apaan ini?”, tanyaku kaget sambil meronta mencoba melepaskan diri.
“Jangan berpura-pura Amel sayang, aku membutuhkannya dan kau membutuhkan nilai bukan, kau akan
kululuskan asalkan mau melayani aku!”, sahut lelaki itu sambil berusaha menciumi bibirku.

Serentak Bulu kudukku berdiri. Geli, jijik, namun detah dari mana asalnya perasaan hasrat menggebu-
gebu juga kembali menyerangku. Ingin rasanya membiarkan lelaki tua ini berlaku semaunya atas diriku.

Harus kuakui memang, walaupun dia lebih pantas jadi bapakku, namun sebenarnya lelaki tua ini sering
membuatku berdebar-debar juga kalau sedang mengajar. Tapi aku tetap berusaha meronta-ronta, untuk
menaikkan harga diriku di mata Pak Heri.

“Lepaskan, Pak jangan hhmmpppff!”, kata-kataku tidak terselesaikan karena terburu bibirku tersumbat
mulut pak Heri.

Aku meronta dan berhasil melepaskan diri. Aku bangkit dan berlari menghindar. Namun entah mengapa aku
justru berlari masuk ke sebuah kamar tidur.

Kurapatkan tubuhku di sudut ruangan sambil mengatur kembali nafasku yang terengah-engah, entah mengapa
birahiku sedemikian cepat naik. Seluruh wajahku terasa panas, kedua kakikupun terasa gemetar.



Pak Heri seperti diberi kesempatan emas. Ia berjalan memasuki kamar dan mengunci pintunya. Lalu dengan
perlahan ia mendekatiku. Tubuhku bergetar hebat manakala lelaki tua itu mengulurkan tangannya untuk
merengkuh diriku.

Dengan sekali tarik aku jatuh ke pelukan Pak Heri, bibirku segera tersumbat bibir laki-laki tua itu.
Terasa lidahnya yang kasap bermain menyapu telak di dalam mulutku. Perasaanku bercampur aduk jadi
satu, benci, jijik bercampur dengan rasa ingin dicumbui yang semakin kuat hingga akhirnya akupun
merasa sudah kepalang basah, hati kecilku juga menginginkannya.

Terbayang olehku saat-saat aku dicumbui seperti itu oleh Aldy, entah sedang di mana dia sekarang. aku
tidak menolak lagi. bahkan kini malah membalas dengan hangat.

Merasa mendapat angin kini tangan Pak Heri bahkan makin berani menelusup di balik blouse yang aku
pakai, tidak berhenti di situ, terus menelup ke balik beha yang aku pakai. Jantungku berdegup kencang
ketika tangan laki-laki itu meremas-remas gundukan daging kenyal yang ada di dadaku dengan gemas.

Terasa benar, telapak tangannya yang kasap di permukaan buah dadaku, ditingkahi dengan jari-jarinya
yang nakal mepermainkan puting susuku. Gemas sekali nampaknya dia. Tangannya makin lama makin kasar
bergerak di dadaku ke kanan dan ke kiri.
Setelah puas, dengan tidak sabaran tangannya mulai melucuti pakaian yang aku pakai satu demi satu
hingga berceceran di lantai. Hingga akhirnya aku hanya memakai secarik G-string saja. Bergegas pula
Pak Heri melucuti kaos oblong dan sarungnya. Di baliknya menyembul batang penis laki-laki itu yang
telah menegang, sebesar lengan Bayi.
Tak terasa aku menjerit ngeri, aku belum pernah melihat alat vital lelaki sebesar itu. Aku sedikit
ngeri. Bisa jebol milikku dimasuki benda itu. Namun aku tak dapat menyembunyikan kekagumanku.

Seolah ada pesona tersendiri hingga pandangan mataku terus tertuju ke benda itu. Pak Heri berjalan
mendekatiku, tangannya meraih kunciran rambutku dan menariknya hingga ikatannya lepas dan rambutku
bebas tergerai sampai ke punggung.

“Kau Cantik sekali Amel”, gumam pak Heri mengagumi kecantikanku.
Aku hanya tersenyum tersipu-sipu mendengar pujian itu.

Dengan lembut Pak Heri mendorong tubuhku sampai terduduk di pinggir kasur. Lalu ia menarik G-string,
kain terakhir yang menutupi tubuhku dan dibuangnya ke lantai. Kini kami berdua telah telanjang bulat.

Tanpa melepaskan kedua belah kakiku, bahkan dengan gemas ia mementangkan kedua belah pahaku lebar-
lebar. Matanya benar-benar nanar memandang daerah di sekitar selangkanganku. Nafas laki-laki itu
demikian memburu.

Tak lama kemudian Pak membenamkan kepalanya di situ. Mulut dan lidahnya menjilat-jilat penuh nafsu di
sekitar kemaluanku yang tertutup rambut lebat itu. Aku memejamkan mata, oohh, indahnya, aku sungguh
menikmatinya, sampai-sampai tubuhku dibuat menggelinjang-gelinjang kegelian.

“Pak!”, rintihku memelas.

“Pak, aku tak tahan lagi!”, aku memelas sambil menggigit bibir.

Sungguh aku tak tahan lagi mengalamai siksaan birahi yang dilancarkan Pak Heri. Namun rupanya lelaki
tua itu tidak peduli, bahkan senang melihat aku dalam keadaan demikian. Ini terlihat dari gerakan
tangannya yang kini bahkan terjulur ke atas meremas-remas payudaraku, tetapi tidak menyudahi
perbuatannya. Padahal aku sudah kewalahan dan telah sangat basah kuyup.

“Paakk, aakkhh!”, aku mengerang keras, kakinya menjepit kepala Pak Heri melampiaskan derita birahiku,
kujambak rambut Pak Heri keras-keras.

Kini aku tak peduli lagi bahwa lelaki itu adalah dosen yang aku hormati. Sungguh lihai laki-laki ini
membangkitkan gairahku. aku yakin dengan nafsunya yang sebesar itu dia tentu sangat berpengalaman
dalam hal ini, bahkan sangat mungkin sudah puluhan atau ratusan mahasiswi yang sudah digaulinya. Tapi
apa peduliku?

Tiba-tiba Pak Heri melepaskan diri, lalu ia berdiri di depanku yang masih terduduk di tepi ranjang
dengan bagian bawah perutnya persis berada di depan wajahku. aku sudah tahu apa yang dia mau, namun
tanpa sempat melakukannya sendiri, tangannya telah meraih kepalaku untuk dibawa mendekati
kejantanannya yang aduh mak.., Sungguh besar itu.

Tanpa melawan sama sekali aku membuka mulut selebar-lebarnya, Lalu kukulum sekalian alat vital Pak
Heri ke dalam mulutku hingga membuat lelaki itu melek merem keenakan. Benda itu hanya masuk bagian
kepala dan sedikit batangnya saja ke dalam mulutku.

Itupun sudah terasa penuh. Aku hampir sesak nafas dibuatnya. Aku pun bekerja keras, menghisap,
mengulum serta mempermainkan batang itu keluar masuk ke dalam mulutku. Terasa benar kepala itu
bergetar hebat setiap kali lidahku menyapu kepalanya.
Beberapa saat kemudian Pak Heri melepaskan diri, ia membaringkan aku di tempat tidur dan menyusul
berbaring di sisiku, kaki kiriku diangkat disilangkan di pinggangnya. Lalu Ia berusaha memasuki
tubuhku belakang. Ketika itu pula kepala penis Pak Heri yang besar itu menggesek clitoris di liang
senggamaku hingga aku merintih kenikmatan.

Ia terus berusaha menekankan miliknya ke dalam milikku yang memang sudah sangat basah. Pelahan-lahan
benda itu meluncur masuk ke dalam milikku.

Dan ketika dengan kasar dia tiba-tiba menekankan miliknya seluruhnya amblas ke dalam diriku aku tak
kuasa menahan diri untuk tidak memekik. Perasaan luar biasa bercampur sedikit pedih menguasai diriku,
hingga badanku mengejang beberapa detik.
Pak Heri cukup mengerti keadaan diriku, ketika dia selesai masuk seluruhnya dia memberi kesempatan
padaku untuk menguasai diri beberapa saat. Sebelum kemudian dia mulai menggoyangkan pinggulnya pelan-
pelan kemudian makin lama makin cepat.
Aku sungguh tak kuasa untuk tidak merintih setiap Pak Heri menggerakkan tubuhnya, gesekan demi gesekan
di dinding dalam liang senggamaku sungguh membuatku lupa ingatan. Pak Heri menyetubuhi aku dengan cara
itu. Sementara bibirnya tak hentinya melumat bibir, tengkuk dan leherku, tangannya selalu meremas-
remas payudaraku. Aku dapat merasakan puting susuku mulai mengeras, runcing dan kaku.

Aku bisa melihat bagaimana batang penis lelaki itu keluar masuk ke dalam liang kemaluanku. Aku selalu
menahan nafas ketika benda itu menusuk ke dalam. Milikku hampir tidak dapat menampung ukuran Pak Heri
yang super itu, dan ini makin membuat Pak Heri tergila-gila.

Tidak sampai di situ, beberapa menit kemudian Pak Heri membalik tubuhku hingga menungging di
hadapannya. Ia ingin pakai doggy style rupanya. Tangan lelaki itu kini lebih leluasa meremas-remas
kedua belah payudara aku yang kini menggantung berat ke bawah.

Sebagai seorang wanita aku memiliki daya tahan alami dalam bersetubuh. Tapi bahkan kini aku kewalahan
menghadapi Pak Heri. Laki-laki itu benar-benar luar biasa tenaganya. Sudah hampir setengah jam ia
bertahan. Aku yang kini duduk mengangkangi tubuhnya hampir kehabisan nafas.

Kupacu terus goyangan pinggulku, karena aku merasa sebentar lagi aku akan memperolehnya. Terus, terus,
aku tak peduli lagi dengan gerakanku yang brutal ataupun suaraku yang kadang-kadang memekik menahan
rasa luar biasa itu.

Dan ketika klimaks itu sampai, aku tak peduli lagi, aku memekik keras sambil menjambak rambutnya.
Dunia serasa berputar. Sekujur tubuhku mengejang. Sungguh hebat rasa yang kurasakan kali ini. Sungguh
ironi memang, aku mendapatkan kenikmatan seperti ini bukan dengan orang yang aku sukai. Tapi masa
bodohlah.

Berkali-kali kuusap keringat yang membasahi dahiku. Pak Heri kemudian kembali mengambil inisiatif.
kini gantian Pak Heri yang menindihi tubuhku. Ia memacu keras untuk mencapai klimaks. Desah nafasnya
mendengus-dengus seperti kuda liar, sementara goyangan pinggulnya pun semakin cepat dan kasar.

Peluhnya sudah penuh membasahi sekujur tubuhnya dan tubuhku. Sementara kami terus berpacu. Sungguh
hebat laki-laki ini. Walaupun sudah berumur tapi masih bertahan segitu lama. Bahkan mengalahkan semua
cowok-cowok yang pernah tidur denganku, walaupun mereka rata-rata sebaya denganku.

Namun beberapa saat kemudian, Pak Heri mulai menggeram sambil mengeretakkan giginya. Tubuh lelaki tua
itu bergetar hebat di atas tubuhku. Penisnya menyemburkan cairan kental yang hangat ke dalam liang
kemaluanku dengan derasnya.

Beberapa saat kemudian, perlahan-lahan kami memisahkan diri. Kami terbaring kelelahan di atas kasur
itu. Nafasku yang tinggal satu-satu bercampur dengan bunyi nafasnya yang berat. Kami masing-masing
terdiam mengumpulkan tenaga kami yang sudah tercerai berai.

Aku sendiri terpejam sambil mencoba merasakan kenikmatan yang baru saja aku alami di sekujur tubuhku
ini. Terasa benar ada cairan kental yang hangat perlahan-lahan meluncur masuk ke dalam liang vaginaku.
Hangat dan sedikit gatal menggelitik.

Bagian bawah tubuhku itu terasa benar-benar banjir, basah kuyub. Aku menggerakkan tanganku untuk
menyeka bibir bawahku itu dan tanganku pun langsung dipenuhi dengan cairan kental berwarna putih susu
yang berlepotan di sana.

“Bukan main Amel, ternyata kau pun seperti kuda liar!” kata Pak Heri penuh kepuasan.
Aku yang berbaring menelungkup di atas kasur hanya tersenyum lemah. aku sungguh sangat kelelahan,
kupejamkan mataku untuk sejenak beristirahat. Persetan dengan tubuhku yang masih telanjang bulat.

Pak Heri kemudian bangkit berdiri, ia menyulut sebatang rokok. Lalu lelaki tua itu mulai mengenakan
kembali pakaiannya. Aku pun dengan malas bangkit dan mengumpulkan pakaiannya yang berserakan di
lantai.

Sambil berpakaian ia bertanya,

“Bagaimana dengan ujian saya pak?.”
“Minggu depan kamu dapat mengambil hasilnya”, sahut laki-laki itu pendek.
“Kenapa tidak besok pagi saja?”, protes aku tak puas.
“Aku masih ingin bertemu kamu, selama seminggu ini aku minta agar kau tidak tidur dengan lelaki lain
kecuali aku!”, jawab Pak Heri.

Aku sedikit terkejut dengan jawabannya itu. Tapi akupun segera dapat menguasai keadaanku. Rupanya dia
belum puas dengan pelayanan habis-habisanku barusan.

“Aku tidak bisa janji!”, sahutku seenaknya sambil bangkit berdiri dan keluar dari kamar mencari kamar
mandi.

Pak Heri hanya mampu terbengong mendengar jawabanku yang seenaknya itu.

Aku sedang berjalan santai meninggalkan rumah pak Heri, ini pertemuanku yang ketiga dengan laki-laki
itu demi menebus nilai ujianku yang selalu jeblok jika ujian dengan dia. Mungkin malah sengaja dibuat
jeblok biar dia bisa main denganku.

Dasar, namun harus kuakui, dia laki-laki hebat, daya tahannya sungguh luar biasa jika dibandingkan
dengan usianya yang hapir mencapai usia pensiun itu. Bahkan dari pagi hingga sore hari ini dia masih
sanggup menggarapku tiga kali, sekali di ruang tengah begitu aku datang, dan dua kali di kamar tidur.
Aku sempat terlelap sesudahnya beberapa jam sebelum membersihkan diri dan pulang.
Berutung kali ini, aku bisa memaksanya menandatangani berkas ujian susulanku.

“Masih ada mata kuliah Pengantar Berorganisasi dan Kepemimpinan?”, katanya sambil membubuhkan nilai A
di berkas ujianku.
“Selama bapak masih bisa memberiku nilai A”, kataku pendek.
“Segeralah mendaftar, kuliah akan dimulai minggu depan!”.
“Terima kasih pak!” kataku sambil tak lupa memberikan senyum semanis mungkin.

“Amel!” teriakan seseorang mengejutkan lamunanku.

Aku menoleh ke arah sumber suara tadi yang aku perkirakan berasal dari dalam mobil yang berjalan
perlahan menghampiriku. Seseorang membuka pintu mobil itu, wajah yang sangat aku benci muncul dari
balik pintu Mitsubishi Galant keluaran tahun terakhir itu

“Masuklah Amel.”
“Tidak, terima kasih. Aku bisa jalan sendiri koq!”, Aku masih mencoba menolak dengan halus.
“Ayolah, masa kau tega menolak ajakanku, padahal dengan pak Heri saja kau mau!”.

Aku tertegun sesaat, Bagai disambar petir di siang bolong.
“Da,Darimana kau tahu?”.
“Nah, jadi benar kan, padahal aku tadi hanya menduga-duga!”
“Sialan!”, Aku mengumpat di dalam hati,

harusnya tadi aku bersikap lebih tenang, aku memang selalu nervous kalau ketemu cowok satu ini,
rasanya ingin buru-buru pergi dari hadapannya dan tidak ingin melihat mukanya yang memang seram itu.

Seperti tipikal orang Indonesia bagian daerah paling timur, cowok ini hitam tinggi besar dengan postur
sedikit gemuk, janggut dan cambang yang tidak pernah dirapikan dengan rambut keritingnya yang
dipelihara panjang ditambah dengan caranya memakai kemeja yang tidak pernah dikancingkan dengan benar
sehingga memamerkan dadanya yang penuh bulu.


Dengan asesoris kalung, gelang dan cincin emas, arloji rolex yang dihiasi berlian, cukup menunjukkan
bahwa dia ini orang yang memang punya duit. Namun, aku menjadi muak dengan penampilan seperti itu.

Dino memang salah satu jawara di kampus, anak buahnya banyak dan dengan kekuatan uang serta gaya
jawara seperti itu membuat dia menjadi salah satu momok yang paling menakutkan di lingkungan kampus.
Dia itu mahasiswa lama, dan mungkin bahkan tidak pernah lulus, namun tidak ada orang yang berani
mengusik keberadaannya di kamus, bahkan dari kalangan akademik sekalipun.

“Gimana? Masih tidak mau masuk?”, tanya dia setengah mendesak.

Aku tertegun sesaat, belum mau masuk. Aku memang sangat tidak menyukai laki-laki ini, Tetapi
kelihatannya aku tidak punya pilihan lain, bisa-bisa semua orang tahu apa yang kuperbuat dengan pak
Heri, dan aku sungguh-sungguh ingin menjaga rahasia ini, terutama terhadap Erwin, tunanganku.

Namun saat ini aku benar benar terdesak dan ingin segera membiarkan masalah ini berlalu dariku.
Makanya tanpa pikir panjang aku mengiyakan saja ajakannya.

Dino tertawa penuh kemenangan, ia lalu berbicara dengan orang yang berada di sebelahnya supaya
berpindah ke jok belakang. Aku membanting pantatku ke kursi mobil depan, dan pemuda itu langsung
menancap gas. Sambil nyengir kuda. Kesenangan.

“Ke mana kita?”, tanyaku hambar.
“Lho? Mestinya aku yang harus tanya, kau mau ke mana?”, tanya Dino pura-pura heran.
“Sudahlah Dino, tak usah berpura-pura lagi, kau mau apa?”, Suaraku sudah sedemikian pasrahnya.
Aku sudah tidak mau berpikir panjang lagi untuk meminta dia menutup-nutupi perbuatanku. Orang yang
duduk di belakangku tertawa.

“Rupanya dia cukup mengerti apa kemauanmu Dino!”, Dia berkomentar.
“Ah, diam kau Maki!” Rupanya orang itu namanya Maki, orang dengan penampilan hampir mirip dengan Dino
kecuali rambutnya yang dipotong crew-cut.
“Bagaimana kalau ke rumahku saja? Aku sangat merindukanmu Amel!”, pancing Dino.
“Sesukamulah!”, Aku tahu benar memang itu yang diinginkannya.
Dino tertawa penuh kemenangan.

Ia melarikan mobilnya makin kencang ke arah sebuah kompleks perumahan. Lalu mobil yang ditumpangi
mereka memasuki pekarangan sebuah rumah yang cukup besar. Di pekarangan itu sudah ada 2 buah mobil
lain, satu Mitsubishi Pajero dan satu lagi Toyota Great Corolla namun keduanya kelihatan diparkir
sekenanya tak beraturan.

Interior depan rumah itu sederhana saja. Cuma satu stel sofa, sebuah rak perabotan pecah belah. Tak
lebih. Dindingnya polos. Demikian juga tempok ruang tengah. Terasa betapa luas dan kosongnya ruangan
tengah itu, meski sebuah bar dengan rak minuman beraneka ragam terdapat di sudut ruangan, menghadap ke
taman samping. Sebuah stereo set terpasang di ujung bar. Tampaknya baru saja dimatikan dengan
tergesa-gesa. Pitanya sebagian tergantung keluar.

Dari pintu samping kemudian muncul empat orang pemuda dan seorang gadis, yang jelas-jelas masih
menggunakan seragam SMU. Mereka semua mengeluarkan suara setengah berbisik. Keempat orang laki-laki
itu, tiga orang sepertinya sesuku dengan Dino atau sebangsanya, sedangkan yang satu lagi seperti bule
dengan rambutnya yang gondrong.

Sementara si gadis berperawakan tinggi langsing, berkulit putih dan rambutnya yang hitam lurus dan
panjang tergerai sampai ke pinggang, ia memakai bandana lebar di kepalanya dengan poni tebal menutupi
dahinya.

Wajahnya yang oval dan bermata sipit menandakan bahwa ia keturunan Cina atau sebangsanya. Harus kuakui
dia memang cantik, seperti bintang film drama Mandarin. Berbeda dengan penampilan ketiga laki-laki
itu, gadis ini kelihatannya bukan merupakan gerombolan mereka,

Dilihat dari tampangnya yang masih lugu. Ia masih mengenakan seragam sebuah sekolah Katolik yang
langsung bisa aku kenali karena memang khas. Namun entah mengapa dia bisa bergaul dengan orang-orang
ini.

Dino bertepuk tangan. Kemudian memperkenalkan diriku dengan mereka. Yos, dan Bram seperti tipikal
orang sebangsa Dino, Tito berbadan tambun dan yang bule namanya Marchell, sementara gadis SMU itu
bernama Shelly. Mereka semua yang laki-laki memandang diriku dengan mata lapar membuat aku tanpa sadar
menyilangkan tangan di depan dadaku, seolah-olah mereka bisa melihat tubuhku di balik pakaian yang aku
kenakan ini.

Tampak tak sabaran Dino menarik diriku ke loteng. Langsung menuju sebuah kamar yang ada di ujung.
Kamar itu tidak berdaun pintu, sebenarnya lebih tepat disebut ruang penyangga antara teras dengan
kamar-kamar yang lain Sebab di salah satu ujungnya merupakan pintu tembusan ke ruang lain.

Di sana ada sebuah kasur yang terhampar begitu saja di lantai kamar. Dengan sprei yang sudah acak-
acakan. Di sudut terdapat dua buah kursi sofa besar dan sebuah meja kaca yang mungil. Di bawahnya
berserakan majalah-majalah yang cover depannya saja bisa membuat orang merinding. Bergambar
perempuan-perempuan telanjang.

Aku sadar bahkan sangat sadar, apa yang dimaui Dino di kamar ini. Aku beranjak ke jendela. Menutup
gordynnya hingga ruangan itu kelihatan sedikit gelap. Namun tak lama, karena kemudian Dino menyalakan
lampu.

Aku berputar membelakangi Dino, dan mulai melucuti pakaian yang aku kenakan. Dari blouse, kemudian rok
bawahanku kubiarkan meluncur bebas ke mata kakiku. Kemudian aku memutar balik badanku berbalik
menghadap Dino.

Betapa terkejutnya aku ketika aku berbalik, ternyata di hadapanku kini tidak hanya ada Dino, namun
Maki juga sedang berdiri di situ sambil cengengesan. Dengan gerakan reflek, aku menyambar blouseku
untuk menutupi tubuhku yang setengah telanjang. Melihat keterkejutanku, kedua laki-laki itu malah
tertawa terbahak-bahak.

“Ayolah Amel, Toh engkau juga sudah sering memperlihatkan tubuh telanjangmu kepada beberapa laki-laki
lain?.”
“Kurang ajar kau Dino!” Aku mengumpat sekenanya.
Wajah laki-laki itu berubah seketika, dari tertawa terbahak-bahak menjadi serius, sangat serius.
Dengan tatapan yang sangat tajam dia berujar,
“Apakah engkau punya pilihan lain? Ayolah, lakukan saja dan sesudah selesai kita boleh melupakan
kejadian ini.”

Aku tertegun, melayani dua orang sekaligus belum pernah aku lakukan sebelumnya. Apalagi orang-orang
yang bertampang seram seperti ini. Tapi seperti yang dia bilang, aku tak punya pilihan lain. Seribu
satu pertimbangan berkecamuk di kepalaku hingga membuat aku pusing.

Tubuhku tanpa sadar sampai gemetaran, terasa sekali lututku lemas sepertinya aku sudah kehabisan
tenaga karena digilir mereka berdua, padahal mereka sama sekali belum memulainya.

Akhirnya, dengan sangat berat aku menggerakkan kedua tangan ke arah punggungku di mana aku bisa meraih
kaitan BH yang aku pakai. Baju yang tadi aku pakai untuk menutupi bagian tubuhku dengan sendirinya
terjatuh ke lantai.

Dengan sekali sentakan halus BH-ku telah terlepas dan meluncur bebas dan sebelum terjatuh ke lantai
kulemparkan benda itu ke arah Dino yang kemudian ditangkapnya dengan tangkas. Ia mencium bagian dalam
mangkuk bra-ku dengan penuh perasaan.

“Harum!”, katanya.
Lalu ia seperti mencari-cari sesuatu dari benda itu, dan ketika ditemukannya ia berhenti.
“36B!”, katanya pendek.
Rupanya ia pingin tahu berapa ukuran dadaku ini.
“BH-nya saja sudah sedemikian harum, apalagi isinya!”, katanya seraya memberikan BH itu kepada Maki
sehingga laki-laki itu juga ikut-ikutan menciumi benda itu.

Namun demikian mata mereka tak pernah lepas menatap belahan payudaraku yang kini tidak tertutup apa-
apa lagi.

Aku kini hanya berdiri menunggu, dan tanpa diminta Dino melangkah mendekatiku. Ia meraih kepalaku.
Tangannya meraih kunciran rambut dan melepaskannya hingga rambutku kini tergerai bebas sampai ke
punggung.

“Nah, dengan begini kau kelihatan lebih cantik!”

Ia terus berjalan memutari tubuhku dan memelukku dari belakang. Ia sibakkan rambutku dan
memindahkannya ke depan lewat pundak sebelah kiriku, sehingga bagian punggung sampai ke tengkukku
bebas tanpa penghalang. Lalu ia menjatuhkan ciumannya ke tengkuk belakangku.

Lidahnya menjelajah di sekitar leher, tengkuk kemudian naik ke kuping dan menggelitik di sana. Kedua
belah tangannya yang kekar dan berbulu yang tadi memeluk pinggangku kini mulai merayap naik dan mulai
meremas-remas kedua belah payudaraku dengan gemas. Aku masih menanggapinya dengan dingin dengan tidak
bereaksi sama sekali selain memejamkan mataku.

Dino rupanya tidak begitu suka aku bersikap pasif, dengan kasar ia menarik wajahku hingga bibirnya
bisa melumat bibirku. Aku hanya berdiam diri saja tak memberikan reaksi.

Sambil melumat, lidahnya mencari-cari dan berusaha masuk ke dalam mulutku, dan ketika berhasil
lidahnya bergerak bebas menjilati lidahku hingga secara tak sengaja lidahkupun meronta-ronta.

Sambil memejamkan mata aku mencoba untuk menikmati perasaan itu dengan utuh. Tak ada gunanya aku
menolak, hal itu akan membuatku lebih menderita lagi.

Dengan kuluman lidah seperti itu, ditingkahi dengan remasan-remasan telapak tangannya di payudaraku
sambil sekali-sekali ibu jari dan telunjuknya memilin-milin puting susuku, pertahananku akhirnya bobol
juga.

Memang, aku sudah sangat terbiasa dan sangat terbuai dengan permaian seperti ini hingga dengan
mudahnya Dino mulai membangkitkan nafsuku. Bahkan kini aku mulai memberanikan menggerakkan tangan
meremas kepala Dino yang berada di belakangku.

Sementara dengan ekor mataku aku melihat Maki beranjak berjalan menuju sofa dan duduk di sana, sambil
pandangan matanya tidak pernah lepas dari kami berdua.

Mungkin karena merasa sudah menguasai diriku, ciuman Dino terus merambat turun ke leherku,
menghisapnya hingga aku menggelinjang. Lalu merosot lagi menelusup di balik ketiak dan merayap ke
depan sampai akhirnya hinggap di salah satu pucuk bukit di dadaku,

Dengan satu remasan yang gemas hingga membuat puting susuku melejit Dino untuk mengulumnya. Pertama
lidahnya tepat menyapu pentilnya, lalu bergerak memutari seluruh daerah puting susuku sebelum mulutnya
mengenyot habis puting susuku itu. Ia menghisapnya dengan gemas sampai pipinya kempot.

Tubuhku secara tiba-tiba bagaikan disengat listrik, terasa geli yang luar biasa bercampur sedikit
nyeri di bagian itu. Aku menggelinjang, melenguh apalagi ketika puting susuku digigit-gigit perlahan
oleh Dino. Buah anggur yang ranum itu dipermainkan pula dengan lidah Dino yang kasap.

Dipilin-pilinnya kesana kemari. Dikecupinya, dan disedotnya kuat-kuat sampai putingnya menempel pada
telaknya. Aku merintih. Tanganku refleks meremas dan menarik kepalanya sehingga semakin membenam di
kedua gunung kembarku yang putih dan padat.

Aku sungguh tak tahu mengapa harus begitu pasrah kepada lelaki itu. Mengapa aku justeru tenggelam
dalam permaianan itu?

Semula aku hanya merasa terpaksa demi menutupi rahasia atas perbuatanku. Tapi kemudian nyatanya,
permainan yang Dino mainkan begitu dalam. Dan aneh sekali, Tanpa sadar aku mulai mengikuti permainan
yang dipimpin dengan cemerlang oleh Dino.

“Amel,”
“Ya?,”
“Kau suka aku perlakukan seperti ini?”. Aku hanya mengangguk.

Dan memejamkan matanya. membiarkan payudaraku terus diremas-remas dan puting susunya dipilin perlahan.
Aku menggeliat, merasakan nikmat yang luar biasa. Puting susu yang mungil itu hanya sebentar saja
sudah berubah membengkak, keras dan mencuat semakin runcing.

“Hsss, ah!”, Aku mendesah saat merasakan jari-jari tangan lelaki itu mulai menyusup ke balik celana
dalamku dan merayap mencari liang yang ada di selangkanganku.

Dan ketika menemukannya Jari-jari tangan itu mula-mula mengusap-usap permukaannya, terus mengusap-usap
dan ketika sudah terasa basah jarinya mulai merayap masuk untuk kemudian menyentuh dinding-dinding
dalam liang itu.

Dalam posisi masih berdiri berhadapan, sambil terus mencumbui payudaraku, Dino meneruskan aksinya di
dalam liang gelap yang sudah basah itu. Makin lama makin dalam. Aku sendiri semakin menggelinjang tak
karuan, kedua buah jari yang ada di dalam liang vaginaku itu bergerak-gerak dengan liar.

Bahkan kadang-kadang mencoba merenggangkan liang vaginaku hingga menganga. Dan yang membuat aku tambah
gila, ia menggerak-gerakkan jarinya keluar masuk ke dalam liang vaginaku seolah-olah sedang
menyetubuhiku. Aku tak kuasa untuk menahan diri.

“Nggghh!”, mulutku mulai meracau.

Aku sungguh kewalahan dibuatnya hingga lututku terasa lemas hingga akhirnya akupun tak kuasa menahan
tubuhku hingga merosot bersimpuh di lantai. Aku mencoba untuk mengatur nafasku yang terengah-engah.

Aku sungguh tidak memperhatikan lagi yang kutahu kini tiba-tiba saja Dino telah berdiri telanjang
bulat di hadapanku. Tubuhnya yang tinggi besar, hitam dan penuh bulu itu dengan angkuhnya berdiri
mengangkang persis di depanku sehingga wajahku persis menghadap ke bagian selangkangannya. Disitu, aku
melihat batang kejantanannya telah berdiri dengan tegaknya. Besar panjang kehitaman dengan bulu hitam
yang lebat di daerah pangkalnya.

Dengan sekali rengkuh, ia meraih kepalaku untuk ditarik mendekati daerah di bawah perutnya itu. Aku
tahu apa yang dimauinya, bahkan sangat tahu ini adalah perbuatan yang sangat disukai para lelaki. Di
mana ketika aku melakukan oral seks terhadap kelaminnya.

Maka, dengan kepalang basah, kulakukan apa yang harus kulakukan. Benda itu telah masuk ke dalam
mulutku dan menjadi permainan lidahku yang berputar mengitari ujung kepalanya yang bagaikan sebuah
topi baja itu.

Lalu berhenti ketika menemukan lubang yang berada persis di ujungnya. Lalu dengan segala kemampuanku
aku mulai mengelomoh batang itu sambil kadang-kadang menghisapnya kuat-kuat sehingga pemiliknya
bergetar hebat menahan rasa yang tak tertahankan.



Pada saat itu aku sempat melirik ke arah sofa di mana Maki berada, dan ternyata laki-laki ini sudah
mulai terbawa nafsu menyaksikan perbuatan kami berdua. Buktinya, ia telah mengeluarkan batang
kejantanannya dan mengocoknya naik turun sambil berkali-kali menelan ludah.

Konsentrasiku buyar ketika Dino menarik kepalaku hingga menjauh dari selangkangannya. Ia lalu menarik
tubuhku hingga telentang di atas kasur yang terhampar di situ. Lalu dengan cepat ia melucuti celana
dalamku dan dibuangnya jauh-jauh seakan-akan ia takut aku akan memakainya kembali.

Untuk beberapa detik mata Dino nanar memandang bagian bawah tubuhku yang sudah tak tertutup apa-apa
lagi. Si Makipun sampai berdiri mendekat ke arah kami berdua seakan ia tidak puas memandang kami dari
kejauhan.

Namun beberapa detik kemudian, Dino mulai merenggangkan kedua belah pahaku lebar-lebar. Paha kiriku
diangkatnya dan disangkutkan ke pundaknya. Lalu dengan tangannya yang sebelah lagi memegangi batang
kejantanannya dan diusap-usapkan ke permukaan bibir vaginaku yang sudah sangat basah.

Ada rasa geli menyerang di situ hingga aku menggelinjang dan memejamkan mata.

Sedetik kemudian, aku merasakan ada benda lonjong yang mulai menyeruak ke dalam liang vaginaku. Aku
menahan nafas ketika terasa ada benda asing mulai menyeruak di situ. Seperti biasanya, aku tak kuasa
untuk menahan jeritanku pada saat pertama kali ada kejantanan laki-laki menyeruak masuk ke dalam liang
vaginaku.

Dengan perlahan namun pasti, kejantanan Dino meluncur masuk semakin dalam. Dan ketika sudah masuk
setengahnya ia bahkan memasukkan sisanya dengan satu sentakan kasar hingga aku benar-benar berteriak
karena terasa nyeri. Dan setelah itu, tanpa memberiku kesempatan untuk membiasakan diri dulu, Dino
sudah bergoyang mencari kepuasannya sendiri.

Dino menggerak-gerakkan pinggulnya dengan kencang dan kasar menghunjam-hunjam ke dalam tubuhku hingga
aku memekik keras setiap kali kejantanan Dino menyentak ke dalam. Pedih dan ngilu. Namun bercampur
nikmat yang tak terkira.

Ada sensasi aneh yang baru pertama kali kurasakan di mana di sela-sela rasa ngilu itu aku juga
merasakan rasa nikmat yang tak terkira. Namun aku juga tidak bisa menguasai diriku lagi hingga aku
sampai menangis menggebu-gebu, sakit keluhku setiap kali Dino menghunjam, tapi aku semakin mempererat
pelukanku, Pedih, tapi aku juga tak bersedia Dino menyudahi perlakuannya terhadap diriku.

Aku semakin merintih. Air mataku meleleh keluar. kami terus bergulat dalam posisi demikian. Sampai
tiba-tiba ada rasa nikmat yang luar biasa di sekujur tubuhku. Aku telah orgasme. Ya, orgasme bersama
dengan orang yang aku benci.

Tubuhku mengejang selama beberapa puluh detik. Sebelum melemas. Namun Dino rupanya belum selesai. Ia
kini membalikkan tubuhku hingga kini aku bertumpu pada kedua telapak tangan dan kedua lututku. Ia
ingin meneruskannya dengan doggy style. Aku hanya pasrah saja.

Kini ia menyetubuhiku dari belakang. Tangannya kini dengan leluasa berpindah-pindah dari pinggang,
meremas pantat dan meremas payudaraku yang menggelantung berat ke bawah. Kini Dino bahkan lebih
memperhebat serangannya. Ia bisa dengan leluasa menggoyangkan tubuhnya dengan cepat dan semakin kasar.

Pada saat itu tanpa terasa, Maki telah duduk mengangkang di depanku. Laki-laki ini juga telah
telanjang bulat. Ia menyodorkan batang penisnya ke dalam mulutku, tangannya meraih kepalaku dan dengan
setengah memaksa ia menjejalkan batang kejantanannya itu ke dalam mulutku.

Kini aku melayani dua orang sekaligus. Dino yang sedang menyetubuhiku dari belakang. Dan Maki yang
sedang memaksaku melakukan oral seks terhadap dirinya. Dino kadang-kadang malah menyorongkan kepalanya
ke depan untuk menikmati payudaraku.

Aku mengerang pelan setiap kali ia menghisap puting susuku. Dengan dua orang yang mengeroyokku aku
sungguh kewalahan hingga tidak bisa berbuat apa-apa. Malahan aku merasa sangat terangsang dengan
posisi seperti ini.

Mereka menyetubuhiku dari dua arah, yang satu akan menyebabkan penis pada tubuh mereka yang berada di
arah lainnya semakin menghunjam. Kadang-kadang aku hampir tersedak. Maki yang tampaknya mengerti
kesulitanku mengalah dan hanya diam saja. Dino yang mengatur segala gerakan.

Perlahan-lahan kenikmatan yang tidak terlukiskan menjalar di sekujur tubuhku. Perasaan tidak berdaya
saat bermain seks ternyata mengakibatkan diriku melambung di luar batas yang pernah kuperkirakan
sebelumnya. Dan kembali tubuhku mengejang, deras dan tanpa henti. Aku mengalami orgasme yang datang
dengan beruntun seperti tak berkesudahan.

Tidak lama kemudian Dino mengalami orgasme. Batang penisnya menyemprotkan air mani dengan deras ke
dalam liang vaginaku. Benda itu menyentak-nyentak dengan hebat, seolah-olah ingin menjebol dinding
vaginaku. Aku bisa merasakan air mani yang disemprotkannya banyak sekali, hingga sebagian meluap
keluar meleleh di salah satu pahaku.

Sesudah itu mereka berganti tempat. Maki mengambil alih perlakuan Dino. Masih dalam posisi doggy
style. Batang kejantanannya dengan mulus meluncur masuk dalam sekali sampai menyentuh bibir rahimku.
Ia bisa mudah melakukannya karena memang liang vaginaku sudah sangat licin dilumasi cairan yang keluar
dari dalamnya dan sudah bercampur dengan air mani Dino yang sangat banyak.

Permainan dilanjutkan. Aku kini tinggal melayani Maki seorang, karena Dino dengan nafas yang
tersengal-sengal telah duduk telentang di atas sofa yang tadi diduduki Maki untuk mengumpulkan tenaga.

Aku mengeluh pendek setiap kali Maki mendorong masuk miliknya. Maki terus memacu gerakkannya. Semakin
lama semakin keras dan kasar hingga membuat aku merintih dan mengaduh tak berkesudahan.

Pada saat itu masuk Bram dan Tito bersamaan ke dalam ruangan. Tanpa basa-basi, mereka pun langsung
melucuti pakaiannya hingga telanjang bulat. Lalu mereka duduk di lantai dan menonton adegan mesum yang
sedang terjadi antara aku dan Maki.

Bram nampak kelihatan tidak sabaran Tetapi aku sudah tidak peduli lagi. Maki terus memacu menggebu-
gebu. Laki-laki itu sibuk memacu sambil meremasi payudaraku yang menggelantung berat ke bawah.

Sesaat kemudian tubuhku dibalikkan kembali telentang di atas kasur dan pada saat itu Bram dengan
tangkas menyodorkan batang kejantanannya ke dalam mulutku. Aku sudah setengah sadar ketika Tito
menggantikan Maki menggeluti tubuhku.

Keadaanku sudah sedemikian acak-acakan. Rambut yang kusut masai. Tubuhku sudah bersimpah peluh. Tidak
hanya keringat yang keluar dari tubuhku sendiri, tapi juga cucuran keringat dari para laki-laki yang
bergantian menggauliku. Aku kini hanya telentang pasrah ditindihi tubuh gemuk Tito yang bergoyang-
goyang di atasnya.

Laki-laki gemuk itu mengangkangkan kedua belah pahaku lebar-lebar sambil terus menghunjam-hunjamkan
miliknya ke dalam milikku. Sementara Bram tak pernah memberiku kesempatan yang cukup untuk bernafas.
Ia terus saja menjejal-jejalkan miliknya ke dalam mulutku. Aku sendiri sudah tidak bisa mengotrol
diriku lagi. Guncangan demi guncangan yang diakibatkan oleh gerakan Titolah yang membuat Bram makin
terangsang. Bukan lagi kuluman dan jilatan yang harusnya aku lakukan dengan lidah dan mulutku.

Dan ketika Tito melenguh panjang, ia mencapai orgasmenya dengan meremas kedua belah payudaraku kuat-
kuat hingga aku berteriak mengaduh kesakitan. Lalu beberapa saat kemudian ia dengan nafasnya yang
tersengal-sengal memisahkan diri dari diriku.

Dan pada saat hampir bersamaan Bram juga mengerang keras. Batang kejantanannya yang masih berada di
dalam mulutku bergerak liar dan menyemprotkan air maninya yang kental dan hangat.

Aku meronta, ingin mengeluarkan banda itu dari dalam mulutku, namun tangan Bram yang kokoh tetap
menahan kepalaku dan aku tak kuasa meronta lagi karena memang tenagaku sudah hampir habis. Cairan
kental yang hangat itu akhirnya tertelan olehku. Banyak sekali. Bahkan sampai meluap keluar membasahi
daerah sekitar bibirku sampai meleleh ke leher.

Aku tak bisa berbuat apa-apa, selain dengan cepat mencoba menelan semua yang ada supaya tidak terlalu
terasa di dalam mulutku. Aku memejamkan mata erat-erat, tubuhku mengejang melampiaskan rasa yang tidak
karuan, geli, jijik, namun ada sensasi aneh yang luar biasa juga di dalam diriku. Sungguh sangat
erotis merasakan siksa birahi semacam ini hingga akupun akhirnya orgasme panjang untuk ke sekian
kalinya.

Dengan ekor mataku aku kembali melihat seseorang masuk ke ruangan yang ternyata si bule dan orang itu
juga mulai membuka celananya. Aku menggigit bibir, dan mulai menangis terisak-isak. Aku hanya bisa
memejamkan mata ketika Marchell mulai menindihi tubuhku. Pasrah.

Tidak lama kemudian setelah orang terakhir melaksanakan hasratnya pada diriku mereka keluar. aku
merasa seluruh tubuhku luluh lantak. Setelah berhasil mengumpulkan cukup tenaga kembali, dengan
terhuyung-huyung, aku bangkit dari tempat tidur, mengenakan pakaianku seadanya dan pergi mencari kamar
mandi.

Aku berpapasan dengan Dino yang muncul dari dalam sebuah ruangan yang pintunya terbuka. Lelaki itu
sedang sibuk mengancingkan retsluiting celananya. Masih sempat terlihat dari luar di dalam kamar itu,
di atas tempat tidur tubuh Shelly yang telanjang sedang ditindihi oleh tubuh Maki yang bergerak-gerak
cepat. Memacu naik turun. Gadis itu menggelinjang-gelinjang setiap kali Maki bergerak naik turun.
Rupanya anak itu bernasib sama seperti diriku.


“Di mana aku bisa menemukan kamar mandi?” tanyaku pada Dino.

Tanpa menjawab, ia hanya menunjukkan tangannya ke sebuah pintu. Tanpa basa-basi lagi aku segera
beranjak menuju pintu itu.

Di sana aku mandi berendam air panas sambil mengangis. Aku tidak tahu saya sudah terjerumus ke dalam
apa kini. Yang membuat aku benci kepada diriku sendiri, walaupun aku merasa sedih, kesal, marah
bercampur menjadi satu, namun demikian setiap kali teringat kejadian barusan, langsung saja
selangkanganku basah lagi.

Aku berendam di sana sangat lama, mungkin lebih dari satu jam lamanya. Setelah terasa kepenatan
tubuhku agak berkurang aku menyudahi mandiku. Dengan berjalan tertatih-tatih aku melangkah keluar
kamar mandi dan berjalan mencari pintu keluar. Sudah hampir jam sebelas malam ketika aku keluar dari
rumah itu.

Sampai di dalam rumah, Aku langsung ngeloyor masuk ke kamar. Aku tak peduli dengan kakakku yang
terheran-heran melihat tingkah lakuku yang tidak biasa, aku tak menyapanya karena memang sudah tidak
ada keinginan untuk berbicara lagi malam ini. Aku tumpahkan segala perasaan campur aduk itu,
kekesalan, dan sakit hati dengan menangis


Cerita Dewasa: Servisan Mantap Diberi Erna


Perkelnalkan namaku Panca, aku bekerja disebuah perusahaan yang bergerak dibidang penyediaan barang jadi. Naaah diperusahaan itu aku diposisikan sebagai bagian penjualan. Aku sduah bekerja diperusahaan itu kurang lebih 4 tahun jadi aku banyak diberi kepercayaan oleh atasanku untuk mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan keluaran terbaru dariperusahaan, hingga aku harus ditugaskan keluar kota selama kurang lebih setengah tahun untuk mengurus perkembangan projek barang baru dari perusahaan itu.

Perusahaanku bekerja sama dengan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang yang sama dengan perusahaanku. Kerja sama yang dijalin sudah hampir 2 tahun. Untuk urusanku ketika dilur kota aku selalu oleh Erna partner kerjaku. Dari mulai tempat aku tidur, makanku, semua kehidupanku ketika diluar kota semua yang mengurus adalah Erna, jadi aku dan Erna sudah sangat akrab sekali.

Hubungan saya dengan Erna menjadi cukup dekat, karena kami banyak menghabiskan waktu berdua walaupun sebagian besar adalah urusan kantor. Erna sangat baik pada saya, dan dari tingkah lakunya saya dapat merasakan kalau Erna suka pada saya. Pertama-tama saya pikir kalau mungkin itu hanya perasaan saya saja. Walaupun dalam hati saya juga suka dengan dia, saya tidak berani untuk mengatakan atau memberi tanda-tanda kepada dia. Toh, saya baru beberapa hari kenal dengan dia dan memang untuk urusan wanita saya tergolong pemalu. Bagaimana kalau dia ternyata tidak ada perasaan apa-apa ke saya? Wah, bisa hancur hubungan baik yang telah saya bina dengan dia beberapa hari itu.


Suatu sore setelah pulang kerja, Erna seperti biasa mengantar saya pulang ke mess. Saya menanyakan apakah dia mau mampir dulu sebelum pulang. Erna setuju dan masuk ke dalam mess bersama saya. Kami ngobrol-ngobrol sebentar, dan saya ajak Erna ke halaman belakang untuk duduk di kursi panjang dekat kolam renang. Kolam renangnya sangat menggoda, dan saya tanya Erna apakah dia mau menemani saya berenang. Dia bilang kalau sebenarnya dia mau, tapi tidak bawa baju renang dan baju ganti sama sekali. Saya menawarkan untuk memakai celana pendek dan kaos saya.
“Nanti sekalian mandi di sini saja sebelum kita pergi makan malam..” kata saya.

Erna setuju dan saya ke kamar untuk mengambil kaos dan celana pendek untuk dipinjamkan ke Erna. Saya sendiri juga berganti pakaian dan mengenakan celana pendek saya yang lain.

Setelah berganti pakaian, kami pun berenang bersama. Karena baju kaos yang saya pinjamkan berwarna putih dan bahannya cukup tipis, buah dada Erna yang ukurannya di atas rata-rata tercetak cukup jelas walaupun dia masih memakai bra. Kami berenang sekitar 20 menit, dan setelah selesai saya pinjamkan Erna handuk untuk mandi di kamar saya yang kebetulan lebih bersih dari kamar mandi yang ada di ruang depan. Saya sendiri mandi di ruang depan.
Begitu selesai mandi, saya ke kamar saya untuk melihat apakah Erna sudah selesai atau belum. Ternyata Erna masih di kamar mandi, dan beberapa menit kemudian keluar dengan hanya memakai handuk yang dililitkan di badannya. Handuk yang saya pinjamkan tidak terlalu besar, sehingga hanya mampu menutupi sebagian buah dada dan sedikit pahanya. Belahan dadanya terlihat jelas dan mungkin sedikit lebih turun lagi putingnya akan terlihat. Dengan rambut yang masih basah, Erna terlihat sangat seksi.

Erna berdiri di depan pintu kamar mandi dan bilang kalau dia harus mengeringkan bra dan celana dalamnya yang masih basah. Waktu Erna mengangkat kedua tangannya untuk menyibakkan rambutnya, handuknya terangkat dan kemaluannya terlihat. Saya tidak tahu apakah Erna sadar atau tidak kalau handuknya terlalu pendek dan tidak dapat menutupi kemaluannya. Rambut kemaluan Erna lumayan lebat.
Erna kemudian duduk di ranjang saya dan menanyakan apakah dia boleh menunggu sebentar di kamar saya sampai pakaian dalamnya kering. Tentu saja saya membolehkan, dan setelah mengobrol beberapa saat, Erna menyandarkan badannya ke sandaran ranjang dan menjulurkan kakinya ke depan. Kakinya yang panjang terlihat mulus. Melihat itu semua, kemaluan saya mulai menegang.

Saya tanya dia, “Sambil nunggu celana kamu kering, mau aku pijitin nggak..?”

“Mau dong, asal enak yah pijitannya..”

Saya minta dia membalikkan badannya, dan saya mulai memijati kakinya. Beberapa saat kemudian saya mulai memberanikan diri untuk naik dan memijat pahanya. Erna sangat menikmati pijatan saya dan sepertinya dia juga sudah mulai terangsang. Hal ini terbukti dengan dibukanya kedua kakinya, sehingga kemaluannya terlihat dari belakang, walaupun tubuhnya masih dibalut handuk.

Saya pun mulai memijat pahanya bagian dalam, dan terus naik sampai ke selangkangannya. Erna diam saja, dan saya memberanikan untuk mengelus kemaluannya dari belakang. Juga tidak ada reaksi selain desah nafas Erna tanda bahwa dia sudah terangsang dan menikmati apa yang saya lakukan.

“Erna, buka yah handuknya biar lebih mudah..” kata saya.

Tanpa diminta lagi, Erna membalikkan badannya dan melepaskan handuknya, sehingga tubuhnya sekarang telanjang bulat di depan saya. Buah dada Erna ternyata lumayan besar dan sangat indah. Ukurannya mungkin 36C dan putingnya berwarna kemerahan.
“Ton, buka dong celana pendek kamu..!” pintanya.

Saya berdiri dan melepaskan celana yang saya kenakan. Kemaluan saya sudah sangat menegang dan saya pun naik ke ranjang dan tiduran di sebelah Erna.

“Kamu diam saja di ranjang, biar aku yang buat kamu senang..,” katanya.

Saya pun tidur telentang, dan Erna naik ke badan saya dan mulai menciumi saya dengan penuh nafsu.

Beberapa menit kemudian ciumannya dilepaskan, dan dia mulai menjilati badan saya dari leher, dada dan turun ke selangkangan saya. Erna belum menjilati kemaluan saya dan hanya menjilati selangkangan dan paha saya sebelah dalam. Saya sangat terangsang dan meminta Erna untuk memasukkan kemaluan saya ke dalam mulutnya. Erna mulai menjilati kemaluan saya, dan sesaat kemudian memasukkan kemaluan saya ke dalam mulutnya.

Ternyata Erna sudah sangat ahli. Pasti dia sudah sering melakukannya dengan bekas pacarnya, pikir saya. Memang sebelum itu Erna pernah berpacaran dengan beberapa pria. Saya sendiri saat itu masih perjaka. Saya memang juga pernah berpacaran waktu kuliah, tetapi pacaran kami hanya sebatas heavy petting saja, dan kami belum pernah benar-benar melakukan hubungan sex.



Saya minta Erna untuk membuat posisi 69, sehingga selangkangannya sekarang persis di depan hadapan wajah saya. Sambil Erna terus mengulum dan menjilati kemaluan saya, saya sendiri juga mulai menjilati kemaluannya. Ternyata kemaluannya berbau harum karena dia baru saja selesai mandi. Rambut kemaluannya juga lebat, sehingga saya perlu menyibakkannya terlebih dahulu sebelum dapat menjilati klitorisnya. Kami saling melakukan oral seks selama beberapa menit, dan setelah itu saya minta Erna untuk tiduran. Dia merebahkan badannya di ranjang, dan saya mulai menjilati buah dada dan putingnya.

Erna sudah sangat terangsang, “Hmm.. hmm.. terus Ton.. terus..!”

Saya terus menjilati tubuhnya sampai ke kemaluannya. Rambut kemaluannya saya sibakkan dan saya jilati bibir kemaluan dan klitorisnya. Cairan kemaluannya terasa di lidah saya. Tubuh Erna menggelinjang hebat dan pantatnya diangkat seolah-olah ingin saya menjilatinya lebih dalam lagi. Tangannya menekan kepala saya sampai hampir seluruh wajah saya terbenam di kemaluannya. Saya semakin bersemangat memainkan ujung lidah saya yang menyapu kemaluan Erna, dan kadang-kadang saya gigit perlahan klitorisnya.
Erna benar-benar menikmati apa yang saya lakukan, dan semakin membuka pahanya lebar-lebar. Dia terus menekan kepala saya dan menaik-turunkan pinggulnya.

“Ah.. ah.. ah.. I’m coming, I’m coming..!” teriaknya.

Saya terus menjilati klitorisnya dengan lebih cepat, dan sesaat kemudian dia berteriak, “Ahh.. Ahh.. Ahh..” tanda kalau dia sudah orgasme.

Kemaluannya sudah sangat basah oleh cairan kemaluannya.

Erna melenguh sebentar dan berkata, “Ton, masukin dong, saya mau nih..!”

Saya bilang kalau saya belum pernah melakukan ini, dan takut kalau dia hamil.

“Jangan takut, saya baru saja selesai mens kok, jadi pasti nggak bakalan hamil..”

“Kamu di atas yah..!” kata saya.

“Ya udah, tiduran sana..!”

Saya tiduran dan Erna duduk di atas saya dan mulai memasukkan kemaluan saya ke vaginanya dengan perlahan. Wah, nikmat sekali.. ternyata begitu rasanya berhubungan seks yang sesungguhnya. Erna mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya dan kedua tangannya diangkat ke atas. Saya memegang kedua buah dadanya sambil Erna terus bergoyang, makin lama makin cepat.

Beberapa saat kemudian saya sudah tidak tahan lagi dan ejakulasi sambil memeluk tubuh Erna erat-erat. Belum pernah saya merasakan kenikmatan seperti itu. Kami pun berciuman dan kemudian ke kamar mandi untuk membersihkan badan yang penuh dengan keringat. Di kamar mandi saya menyabuni tubuh Erna dari atas ke bawah, dan hal yang sama juga dia lakukan ke saya. Khusus untuk kemaluannya, saya memberikan perhatian khusus dan dengan lembut menyabuni klitorisnya dan memasukkan jari saya untuk membersihkan vaginanya yang basah oleh air mani saya. Kelihatan kalau Erna sangat menikmati itu, dan kakinya pun dibuka lebar-lebar.

Selesai mandi, kami kembali ke kamar dan membicarakan apa yang baru kami lakukan. Terus terang saya tidak pernah berpikir untuk melakukan hubungan seks dengan Erna secepat itu, karena kami belum lama kenal dan semuanya juga terjadi dengan tiba-tiba. Erna bilang kalau sebenarnya dia suka dengan saya dari awal, dan memang sudah mengharapkan untuk dapat melakukan ini dengan saya.

Setelah kejadian itu, kami beberapa kali melakukan hubungan seks di mess sepulang dari kantor. Karena di mess tidak ada pembantu (pembantu hanya datang di pagi hari untuk membersihkan rumah atau mencuci baju), kami bebas melakukannya di luar kamar baik di ruang tamu, halaman belakang dan juga kolam renang. Benar-benar beberapa hari yang tidak dapat saya lupakan. Sayang hubungan kami tidak berlanjut setelah saya kembali ke Jakarta karena jarak yang memisahkan kami.

Sebenarnya saya pernah minta Erna untuk pindah kerja ke Jakarta, tapi dia tidak mau dengan alasan orang tuanya tidak mengijinkan, karena dia anak satu-satunya.
Juga mungkin bagi Erna saya hanyalah salah satu pria yang lewat dalam hidupnya.



Website Judi Kartu Online Aman & Terpercaya Saat Ini


Promo GoldenQQ Saat Ini :
1. Bonus Rollingan 0.3% Setiap Minggunya
2. Bonus Referral 15% Seumur Hidup
3. Min Depo & WD Sangat Terjangkau Rp. 20,000


7 Games Dalam 1 User ID :
Bandar Poker | Poker | Adu-Q | Bandar-Q | Domino99 | Capsa Susun | Indo Rejeki


Disupport Oleh :
1. LiveChat 24 Jam Online
2.Customer Service Yang Ramah
3. Support 5 Bank Ternama dan Terbesar Di Indonesia
4. Proses Depo & WD Cepat
5. Setiap Hari Tersedia Ribuan Meja & Member / Player Yang Bermain
6. 100% NO ROBOT / ADMIN


Untuk Info Bonus Lebih Lengkap Silahkan Hubungi Customer Service Kami Di :
LiveChat : www.GOLDENQQ.com
BBM : 2BE6505E
HP : +85516789420
WECHAT : GOLDENQQ1
SKYPE : GOLDENQQ1
FANSPAGE : GOLDENQQ1
YM : GOLDENQQ1@YAHOO.COM

Info Lebih Lanjut Klik Dibawah Ini :




Link Resmi GoldenQQ :

Jumat, 26 Agustus 2016

Cerita Dewasa : Om Marcel Bertenaga Kuda, Aku Tak tahan

Perkenalkan namaku Nia, umurku saat ini 24 tahun. Karena kebutuhan ekonomi yang semakin
lama semakin banyak dan kehidupanku yang glamor yang membuatku bekerja sebagai wanita
panggilan. Namun aku hanya memilih melayani para bos-bos saja, baik muda ataupun tua gak
masalah karena aku hanya menginginkan uangnya saja.


Aku sudah menjalani profesiku ini sekitar 4 tahun dan selama itu juga aku belum merasakan
yang bisa memuaskan hasratku, mungkin karena yang aku layani adalah om-om yang kebanyakan
usianya sudah tua, makanya bener seperti pepatah, nafsu kuda tenaga ayam, hehe…
Suatu siang aku mendapatkan telpon dari seorang laki-laki yang memesanku siang itu juga
saat jam istiahat kantor. Aku dikasih alamat sebuah hotel berbintang 5 oleh sang penelpon.
Aku langsung berdandan dan tak lama aku lansgung meluncur ke hotel berbintang 5 tersebut.
Sampai disana aku sudah dtinggu oleh seseorang dilobby.
“Halo, Selamat Siang, ini Nia?” Tanya suara dengan nada berat.
“Siang, betul saya sendiri, ini siapa?” tanyaku balik, padahal hanya GM dan tamuku saja
yang tahu keberadaanku.
“Bapak sebentar lagi nyampe, mungkin 15 menit lagi, kamu santai aja dulu menunggu beliau”
“Siap Boss ” jawabku santai, kubatalkan acara ke kamar mandi.

Sambil menunggu kedatangannya, kurapikan make up yang agak berantakan selama perjalanan di
pesawat. Ternyata tak sampai 15 menit bel kamar berbunyi, segera kusambut kedatangan
beliau yang katanya pejabat tinggi itu. Didampingi seorang ajudan dan orang yang
menjemputku tadi, masuklah bapak pejabat itu, segera kukenali bahwa dia adalah seorang
pejabat yang masih aktif pada sebuah departemen yang cukup disegani, namanya sebut saja Om
Marcel.
“Bapak tidak punya waktu, temani dia dengan baik, oke” pesan yang sama kuterima lagi,
“Beres Boss” jawabku singkat, karena dia bukanlah pejabat tinggi yang pertama kali
kulayani, jadi tak ada rasa canggung atau minder berhadapan dengan beliau.
“Pak kita di lobby, kalau ada apa apa just call me” katanya pada Om Marcel lalu mereka
meninggalkanku berdua.

Aku maklum, sebagai seorang pejabat tentu acaranya sangat padat tapi masih sempat juga dia
meluangkan waktu untuk kesenangan dunia yang satu ini. Kami mengobrol ringan, biasa
sekedar menghilangkan kekakuan pada orang yang pertama kali bertemu. Seperempat jam
berlalu, Om Marcel sudah menggeser duduknya di sebelahku, kusandarkan kepalaku di pundaknya,
beliau membalas dengan rangkulan dan elusan di rambut.
“Kulepas dulu ya Om, biar nggak terlalu ribet dan lebih santai” kataku sembari melepas
blazer hitam yang menutupi tubuhku.

Sesuai pesan dari GM yang membooking, aku diminta mengenakan pakaian resmi seperti orang
kantoran, biar nggak terlalu mencolok, katanya. Kuturuti permintaannya, kukenakan setelan
Blus merah tanpa lengan dipadu dengan rok hitam yang sedikit di atas lutut, Blazer hitam
menutupi bagian atasku ditambah stocking sewarna kulit menghiasi kakiku. 
Om Marcel menarikku dalam pangkuannya, diciuminya pipi dan leher jenjangku, tangannya sudah
menggerayang di daerah dada, meraba dengan remasan ringan. Kami berciuman, tangan beliau
sudah menyelinap di balik blus merahku, remasannya semakin keras. Aku merosot dari
pangkuannya, berlutut diantara kakinya, sengaja kugoda dengan membuka resliting celananya
dan kukeluarkan kejantanan yang sudah tegang mengeras. Tidak ada yang special, sama dengan
umumnya tapi not so bad untuk seusia beliau, kuremas dan kupermainkan jari jemariku pada
penisnya, beliau mulai mendesis, matanya melototi tanganku yang putih terampil bermain di
penis coklatnya.
“Masukin” perintah beliau pelan tapi tegas seperti memerintah anak buahnya, agak ragu aku
melakukannya, apalagi dengan penis yang coklat kehitaman, terkesan kurang bersih.



Melihat keraguanku, Om Marcel memegang kepalaku, ditekannya ke arah penis hingga wajahku
menempel di selangkangannya. Sambil mengumpat dalam hati aku hanya tersenyum manja
mendapat perlakuannya, bukan sekali ini kualami perlakuan kasar dan sok kuasa dari tamuku,
mentang mentang aku dibayar, semua kupendam dalam dalam, anggap saja sebagai resiko
pekerjaan.
“Lepas dulu bajunya om, ntar kusut” kucoba mengalihkan perhatian dengan mencopot baju
safarinya.

Sesaat aku terbebas dari tekanannya, kulepas baju dan celananya sekaligus, akupun ikutan
melepas blus dan rok-ku, menyisakan bikini merah tua dan stocking.

Kucoba menarik perhatiannya dengan menonjolkan keseksian tubuhku, dengan gerakan erotis
satu persatu kulepas sisa sisa penutup tubuhku, tali bra merosot ke lengan, perlahan
kuturunkan dan kulepas hingga terpampanglah kedua bukit indahku, celoteh kekaguman keluar
dari mulut beliau. Aku sengaja ingin membuatnya terpesona akan kemolekanku, supaya
terhindar dari paksaan permainannya, bagiku lebih baik dia yang aktif menikmati tubuhku
dari pada aku harus terjebak alur permainan yang tidak aku sukai, apalagi dengan beliau
yang usianya lebih tua dari Papaku.
Bra yang sudah terlepas kulempar ke muka beliau, dia tersenyum saja, saat kusodorkan kedua
buah dadaku di hadapannya, tangannya langsung meraih dan meremas remas gemas sambil
mempermainkan putingku. Langsung kuraih kepalanya yang agak botak dan kubenamkan di dada,
beliau menuruti kemauanku, lidahnya menjilati putingku secara bergantian lalu mengulum
dengan penuh nafsu.
Tangannya yang mulai menjelajah di selangkanganku kutepis halus, belum waktunya, bisikku.
Aku kembali menjauh melanjutkan gerakan menggoda, pelan pelan kulorotkan celana dalam mini
yang masih menempel, tapi sebelum benar benar terlepas Om Marcel menerkamku, hamper terjatuh
aku dibuatnya, untung dengan sigap beliau menangkap tubuhku, dan kamipun terjatuh di
ranjang sambil tertawa lepas. Kami berangkulan bergulingan di ranjang, beliau melumat
bibirku dengan ganas. Aku menggelinjang geli ketika ciumannya menyusuri leher dan dadaku,
kuluman kasar penuh nafsu bermain main di puncak bukitku, terasa agak nyeri dengan
kekasarannya.

Kubiarkan dia menjamah seluruh tubuhku dengan bibir, lidah dan tangannya, bahkan ketika
dua hingga jari tangannya mengocok vaginaku, akupun hanya mendesah pasrah menerimanya.
Beberapa kali turun naik dari kepala hingga kaki dia menjelajah seluruh tubuhku, termasuk
punggung dan pantat, sepertinya tak ada sejengkalpun tubuhku yang terlepas dari
jamahannya, tak kusadari kalau stockingku sudah tidak berada ditempatnya.
Puas menikmati tubuhku, kutuntun penisnya ke selangkangan, tanpa usapan pemanasan beliau
langsung melesakkan kejantanannya ke liang senggamaku. Aku tersentak kaget dengan
kekasarannya, tapi tak berlangsung lama saat Om Marcel mulai kocokannya dengan tempo tinggi.
Kejengkelanku perlahan lahan berubah menjadi kenikmatan beberapa menit kemudian, ternyata
alunan permainannya berhasil membuaiku mengarungi lautan nikmat bersama sama, desahankupun
mulai terdengar penuh gairah.

Kuangkat kedua kakiku yang masih bersepatu ke pundaknya, beliau tersenyum sambil
mempercepat sodokannya, aku menggeliat nikmat seraya meremas remas buah dadaku sendiri.
Belum sempat aku menggapai puncak kenikmatanku, ketika Om Marcel tanpa tanda tanda langsung
menyemprotkan spermanya ke vaginaku, kurasakan cairan hangat membasahi dan memenuhi liang
senggamaku, ada sedikit kecewa tapi bukanlah hakku untuk menuntut lebih. Kuraih penisnya
saat ditarik dari vaginaku, dengan mengabaikan rasa jijik kukocok dengan tanganku, beliau
menjerit geli, lalu kuusapkan ke buah dadaku.

“Kamu memang nakal dan pandai menggoda orang” komentarnya, aku hanya senyum senyum saja
seraya beranjak ke kamar mandi membersihkan diri.

Ketika aku keluar, Om Marcel sudah berpakaian rapi bersiap untuk pergi.

“Lho kok buru buru sih om, kan masih belum jam satu” aku merajuk bergelayut di lengannya
menggandeng duduk kembali di sofa.

Masih telanjang kutemani beliau menghabiskan waktu hingga jam satu, masih 20 menit lagi,
meski aku tidak terlalu menikmati bercinta dengannya, tapi sudah tugas pekerjaanku untuk
membuatnya merasa perkasa dan dibutuhkan. Dua batang rokok sudah beliau habiskan sambil
ngobrol, mendekati pukul satu tanganku menggerayangi selangkangannya, sudah kembali
tegang, apalagi melihat aku yang selalu telanjang disampingnya.

“Sekali lagi ya om,” rayuku seolah aku ketagihan dan minta lagi.
“Jangan waktu kembali ke kantor” tolaknya tanpa berusaha menghentikan tanganku yang
membuka resliting dan mengeluarkan penisnya. Matanya terpejam ketika tanganku mengocoknya.
“Sebentar aja ya om” kataku, tanpa menunggu jawabannya aku lansung ambil posisi di
pangkuannya, kami saling berhadapan.

Kubasahi penisnya dengan ludahku, begitu tubuhku turun, kembali penisnya amblas dalam
vaginaku. Aku diam sesaat mengamati expresi kenikmatan yang terpancar diwajah beliau,
kupeluk kepalanya dan kutempelkan di antara buah dadaku.



Pantatku bergerak maju mundur mengocok penisnya, beliau mendesah, semakin cepat
goyanganku, semakin deras desahannya. Beliau membalas dengan sedotan kuat pada putingku
bergantian. Goyanganku makin cepat bervariasi, maju mundur lalu berputar kemudian berbalik
arah, dan tak lebih dari lima menit beliau sudah mengerang orgasme, tubuhnya kaku
mencengkeram pantatku, kurasakan denyutan yang tak sekeras sebelumnya, hanya enam denyutan
lalu menghilang. Aku masih belum beranjak dari pangkuannya hingga napasnya normal kembali,
dengan hati hati aku turun supaya tidak ada sperma yang tercecer ke pakaiannya, tapi tetap
saja beberapa tetes keluar mengenai celananya, beliah hanya tersenyum menepuk pantatku.

“Kamu memang nakal” katanya sambil mencubit kedua pipiku.
“Udah dulu ya, ntar om terlambat ke kantor ” kataku menggoda saat membersihkan penis dan
kukecup lalu memasukkan kembali ke celananya.

Kuperiksa kerapihan pakaiannya sebelum meninggalkan kamar.

“See you nanti sore selepas jam kantor” katanya sehabis mengecup bibirku dan keluar kamar.
“Dasar si tua tak tahu diri” gerutuku sepeninggal beliau.

Kuhabiskan setengah harian di kamar tanpa keluar, menunggu kedatangan Om Marcel nanti sore,
makan siang kupesan dari Room Service. Setelah mandi membersihkan diri, kurebahkan tubuhku
di ranjang hingga tertidur. Tapi tidurku tak bisa nyenyak, lebih dari 4 kali Om Marcel 
maupun suruhannya meneleponku, baik melalui HP maupun ke hotel, sekedar menanyakan apakah
sudah makan atau apakah ingin jalan atau pertanyaan lainnya yang menunjukkan perhatiannya.
Namun semua itu bagiku adalah cerminan ketidak percayaan padaku, mungkin mereka mengira
kalau aku akan pergi menerima tamu lainnya selama Om Marcel tak ada. Tentu saja aku tak
pernah melakukan itu, aku harus bersikap professional dan loyal pada tamu yang sudah mem-
booking.

Setengah jam sebelum pukul lima sore, aku bersiap menyambutnya, kukenakan lingerie hitam
yang sexy tanpa bra dan bikini lagi, sungguh kontras dengan kulit putihku. Aku ingin
memberinya kejutan saat beliau masuk ke kamar ini. Tepat jam lima sore Om Marcel sudah
berada kembali di kamar ini, rupanya dia tidak mau membuang waktu dengan percuma, begitu
jam kerja berakhir lansung meluncur ke hotel yang letaknya hanya 10-15 menit perjalanan.
Sorot kekaguman dan sejuta pujian langsung terucap melihat penampilanku yang begitu erotis
dan menantang, kulihat beliau menelan ludah seperti kucing yang melihat ikan siap santap
di atas meja.

Om Marcel langsung memelukku, dengan sepatu hak tinggi yang kukenakan, relative aku lebih
tinggi, bibir beliau yang berada tepat di leherku segera beraksi, menciumi leher dan bahu
hingga lengan. Sambil bersandar di dinding, kubiarkan Om Marcel menyusuri seluruh lekuk
tubuhku dengan bibir dan lidahnya, tangannya bergerilya menjarah di daerah selangkangan
dan jarinya langsung menyelinap di liang kenikmatanku yang tidak mengenakan celana dalam.
Kubuka kakiku lebih lebar, aku ingin menikmati bagaimana kepala Pak Menteri yang terhormat
berada di selangkanganku, moment itulah yang paling aku sukai kalau melayani pejabat
tinggi.

Om Marcel dengan rakus melahap kedua buah dadaku, disedot dengan kuatnya, aku menggelinjang
geli. Begitu bernafsunya beliau mengulum hingga tubuhku terdorong ke belakang, terduduk di
meja sebelah TV. Ciuman Om Marcel sudah berpindah ke paha, lingerie yang kukenakan tak
diijinkan dilepas meski sudah acak acakan menempel di tubuhku. Moment yang kutunggu dari
tadi kian dekat, semakin menjadi kenyataan saat beliau mulai menjilati klitoris dan bibir
vaginaku. Kubentangkan kakiku semakin lebar, semakin masuk pula kepala beliau di
selangkanganku.

Lingerie yang dari tadi tersingkap di perut kututupkan di atas kepala beliau, hingga hanya
tampak badannya saja sementara kepalanya berada di selangkanganku tertutup lingerie. Entah
sudah puas atau pengap berada di selangkanganku, beliau menarik kepalanya keluar, baru
kusadari kalau aku belum melakukan sesuatu pada beliau, masih rapi tertutup baju
safarinya.

Aku tersenyum memandang wajahnya yang kemerahan dilanda nafsu, hidungnya kembang kempis
seakan ingin menelanku bulat bulat. Sembari membuka resliting celana aku mengecup dahi
botaknya, kukeluarkan penisnya yang telah keras menegang dan kutuntun ke arah gerbang
surga dunia. Berbeda dengan tadi siang, kali ini beliau begitu romantis dan penuh perasaan
melesakkan penisnya menyusuri liang sempit dan basahku sambil kami tetap berciuman bibir.

Penisnya keluar masuk vaginaku pelan pelan, seakan ingin menikmati setiap detik dan setiap
kenikmatan yang timbul, tangan beliaupun pelan meraba dan mengelus buah dadaku, tak ada
kekerasan dalam irama permainannya. Lima menit berlalu dalam tempo romantis, satu persatu
kulepas pakaiannya tanpa menghentikan permainan kami, lingerie masih menempel di tubuhku
meskipun praktis tak karuan lagi letaknya.



Kami berganti posisi setelah beliau akhirnya melepas lingerieku, menyisakan stocking hitam
dan sepatu, dari belakang sama sama berdiri menghadap cermin, aku dikocok masih dengan
tempo lamban. Dari pantulan cermin bisa kulihat expresi kepuasannya saat bercinta, beliau
selalu menyibakkan rambutku apabila menghalangi wajahku dari cermin. Kami seakan melihat
adegan sex di layar cermin dengan peranan diri sendiri, mungkin ini menambah erotis beliau
bisa melihat bagaimana menyetubuhi gadis muda secantik aku. Sebaliknya dengan aku yang
selalu menutup mata rapat rapat saat beliau menengadahkan wajahku ke arah cermin, malu aku
melihat diriku sendiri sedang disetubuhi laki laki seusia Papaku, bahkan mungkin lebih
tua.

Tiba tiba Om Marcel menghentakku keras disusul denyutan kuat dari kejantanannya menghantam
dinding dinding vaginaku, aku kaget, menggeliat dan menjerit, tak menyangka beliau
mengakhiri dengan sentakan kuat seperti itu, membanjiri vaginaku dengan sperma hangatnya,
tangannya mencengkeram buah dadaku dengan kuatnya, terasa sedikit sakit. Beberapa detik
setelah itu kami terdiam dalam posisi tetap kecuali tangannya yang beralih membelai
punggung dan rambutku, beliau masih menikmati pemandangan kami di cermin.

“Kamu memang hot dan pintar” katanya sambil mencabut kejantanannya.

Aku berbalik, kuraih kejantanannya yang mulai lemas lalu kuusap usapkan ke tubuhku, aku
tahu dari pengalaman bahwa banyak laki laki menyukai hal ini.

“Bapak juga hebat, bisa lama seperti itu” jawabku menghibur dan memang untuk ukuran seusia
beliau bercinta 10 menit sudah merupakan hal yang hebat, biasanya malah kurang dari 5
menit, cuma besar di nafsu saja.

Kami menghabiskan sore hingga malam dengan penuh gairah, Kulayani Om Marcel 2 babak lagi,
meski masing masing tidak pernah lebih dari 10 menit, sebelum akhirnya beliau
meninggalkanku kembali ke istrinya lewat tengah malam.

“Besok pagi aku akan datang sebelum kamu kembali ke Surabaya” pesannya sebelum
meninggalkanku, aku hanya tersenyum mendengar kerakusannya.

Aku tak tahu bagaimana beliau menghindari sorotan orang atas keberadaannya di hotel, tapi
aku yakin beliau sudah biasa melakukan dan sudah punya cara sendiri untuk menghindar.
Sampai aku check out siang hari, ternyata beliau tidak pernah datang menemuiku, entah apa
yang terjadi, mungkin ada acara mendadak. Tak ada sesal sama sekali atas ketidak
hadirannya, justru aku bersukur tak harus melayani nafsu si tua itu lagi.

Selama melayani beliau beberapa babak, dari siang hingga tengah malam, aku tak pernah
mendapat orgasme sekalipun, tapi aku tak kecewa apalagi menyesalinya, toh semua itu bagian
dari pekerjaanku. Orang suruhan GM-pun tak pernah nongol atau menelpon, akupun berangkat
sendiri ke Cengkareng tanpa ada orang lagi yang memperhatikan seperti kemarin, apalagi
tiket pulang pergi masih ditangan, jadi bukanlah masalah besar bagiku. Yang penting semua
pembayaran jasaku telah ditransfer sebelum keberangkatanku ke Jakarta. Itulah manusia,
setelah selesai yang dikehendaki langsung melupakan lainnya.

Website Judi Kartu Online Aman & Terpercaya Saat Ini


Promo GoldenQQ Saat Ini :
1. Bonus Rollingan 0.3% Setiap Minggunya
2. Bonus Referral 15% Seumur Hidup
3. Min Depo & WD Sangat Terjangkau Rp. 20,000


7 Games Dalam 1 User ID :
Bandar Poker | Poker | Adu-Q | Bandar-Q | Domino99 | Capsa Susun | Indo Rejeki


Disupport Oleh :
1. LiveChat 24 Jam Online
2.Customer Service Yang Ramah
3. Support 5 Bank Ternama dan Terbesar Di Indonesia
4. Proses Depo & WD Cepat
5. Setiap Hari Tersedia Ribuan Meja & Member / Player Yang Bermain
6. 100% NO ROBOT / ADMIN


Untuk Info Bonus Lebih Lengkap Silahkan Hubungi Customer Service Kami Di :
LiveChat : www.GOLDENQQ.com
BBM : 2BE6505E
HP : +85516789420
WECHAT : GOLDENQQ1
SKYPE : GOLDENQQ1
FANSPAGE : GOLDENQQ1
YM : GOLDENQQ1@YAHOO.COM

Info Lebih Lanjut Klik Dibawah Ini :




Link Resmi GoldenQQ :

GOLDENQQ
Image and video hosting by TinyPic